-->

Jurnal - Hubungan Antara Kecerdasan Interpersonal, Berpikir Kreatif, Dan Hasil Menulis Siswa

Ditulis oleh: Jurnal Pendidikan Inside
Berikut ulasan mengenai Jurnal - Hubungan Antara Kecerdasan Interpersonal, Berpikir Kreatif, Dan Hasil Menulis Siswa, yang dapat kalian jadikan acuan untuk membuat Jurnal. Silahkan disimak!

Abstract: Relevance between Interpersonal Intelligence, Creative Thinking, and Writing Result. This research has purpose to reveal the relationship between interpersonal intelligence, creative thinking and writing result. This research uses ex post facto method with quantitative research approach. Research results show that there is relationship of interpersonal intelligence with writing result. There is no relationship of creative thinking with writing result. There is relationship of interpersonal intelligence and creative thinking with simultan to writing result.
Keywords: Interpersonal Intelligence, Creative Thinking, and Writing Results

Abstrak: Hubungan antara Kecerdasan Interpersonal, Berpikir Kreatif, dan Hasil Menulis. Penelitian ini bertujuan untuk mengungkap hubungan yang terjadi antara kecerdasan interpersonal, berpikir kreatif, dan hasil menulis. Penelitian ini menggunakan metode ex post facto dengan pendekatan penelitian kuantitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan antara kecerdasan interpersonal dengan hasil menulis. Tidak ada hubungan antara berpikir kreatif dengan hasil menulis. Ada hubungan antara kecerdasan interpersonal dan berpikir kreatif secara bersama dengan hasil menulis.
Kata Kunci: Kecerdasan Interpersonal, Berpikir Kreatif, dan Hasil Menulis


PENDAHULUAN

Menulis merupakan salah satu dari aspek keterampilan berbahasa. Melalui keterampilan menulis, anak akan dengan cerdas menyampaikan isi hatinya, gagasan mengenai hal yang nyata maupun imajiner, mengekspresikan ranah kognitif, afektif dan psikomotor sesuai dengan konteks dan situasi yang sedang berlangsung, serta mengeksplorasi dan mengeksploitasi ranah yang tidak terdefinisikan dalam dunia yang nyata dan tak senyatanya ke dalam bahasa tulis.

Ketidakmampuan dalam keterampi-lan berbahasa menyebabkan informasi yang didapat oleh penerima akan berbeda dengan informasi yang disampaikan. Kese-njangan komunikasi disebabkan oleh ku-rangnya kemampuan berbahasa yang dimiliki oleh anak.

Saito, Horwitz & Garza (dalam Sturgeon, 2008: 11) menyatakan motivasi dengan sendirinya muncul untuk dipahami, tetapi belajar bahasa cukup berbeda dibandingkan dengan bidang studi lainnya, dalam hal ini pembelajar akan berpotensi menghadapi kecemasan dan stres sosial. Kecemasan yang menimbulkan stres sosial dapat berpengaruh pada pemerolehan bahasa anak.

Dinyatakan oleh Murray (dalam Foo, 2007: 7) proses pembelajaran dilaksanakan sesuai dengan kehendak guru, bukan belajar seperti yang diinginkan oleh siswa. Selain itu, Petrosky; Hillocks (dalam Hornick, 1986) menyatakan bahwa banyak peneliti berpendapat bahwa penekanan pengajaran tata bahasa dalam pembelajaran menulis mempunyai dampak kurang baik. Beberapa kenyataan bahkan menunjukkan bahwa pengajaran tata bahasa dapat berdampak buruk terhadap hasil menulis ka-rena pengajaran tersebut membutuhkan le-bih banyak waktu dibandingkan dengan pengajaran menulis itu sendiri.

Hasif & Najib (2009) menyatakan, pada awal belajar bahasa kesulitan yang umum diantaranya perbendaharaan kata, kemudian meletakkan kata-kata tersebut dalam sebuah kalimat, serta memahami apa yang telah dikatakan atau dituliskan. Pendapat lain mengatakan, siswa kemungkinan tidak mempunyai kemampu-an linguistik yang memadai (misalnya, minimnya keterampilan berbahasa serta kurangnya perbendaharaan kosakata) (Li, tanpa tahun: 42). Senada dengan Li, Simpson (Jekyll & Hyde, 2009: 6) menyatakan, mereka (siswa) merasa khawatir mengenai bagai-mana mengekspresikan ide-ide mereka da-lam batas-batas pemakaian yang benar; se-perti tata bahasa, ejaan, dan struktur kali-mat.

Faktor lain yang tidak bisa dinafikkan penulis dalam menuangkan gagasan adalah pemikiran kreatif. Munandar, (2009: 43) menyatakan bahwa berpikir kreatif meliputi empat kriteria yaitu: (1) kelancaran, (2) kelenturan, (3) keaslian (orisinilitas), dan (4) kerincian (elaborasi). Dalam pemerolehan serta penuangan gagasan, seorang penulis dituntut lancar dan lentur dalam berpikir. Proses penulisan menuntut penulis untuk memerinci gaga-san yang akan dituangkan dalam karya tu-lisnya. Lebih jauh lagi, seorang penulis di-tuntut untuk berpikir orisinil dalam penuangan ide-ide tulisannya.

Rose & Nicholl (2002: 60) mende-finisikan kecerdasan interpersonal sebagai kemampuan berhubungan dan bekerja se-cara efektif dengan orang lain serta mem-perlihatkan empati dan pengertian. Penda-pat lain menyatakan bahwa kecerdasan in-terpersonal merupakan kemampuan untuk bersosialisasi, berempati, serta memotivasi orang lain (Faizah, 2008: 98). Armstrong (2002: 21) mendefinisikan kecerdasan in-terpersonal atau kecerdasan antarpribadi sebagai kemampuan untuk memahami dan bekerja dengan orang lain. Senada dengan Goleman (2009: 52) yang menyatakan bahwa kecerdasan antarpribadi atau kecer-dasan interpersonal merupakan kemam-puan untuk memahami orang lain.

Kemampuan berhubungan dengan orang lain menjadi hal yang sangat penting ketika seseorang ditempatkan dalam suatu lingkup sosial. Kemampuan ini akan men-jadi salah satu penentu diterima atau ti-daknya seorang individu dalam lingkungan sosialnya.

Tolok ukur dari kemampuan berhu-bungan dengan orang lain dapat dilihat dari bagaimana individu-individu saling perca-ya, memahami perasaan, keterbukaan, menghargai perbedaan, memperbaiki mis-komunikasi, tidak memaksakan kehendak, mendorong orang lain untuk mengemu-kakan pendapat, menjadi pendengar dan penanya yang baik, menanggapi kebutuhan orang lain, dan pengendalian diri dengan tidak mudah menyalahkan orang lain.

Selama proses penulisan berlang-sung, kemampuan berhubungan menjadi salah satu faktor yang memengaruhi hasil tulisan. Kemampuan tersebut dapat ber-wujud penulisan kolaboratif dengan rekan penulis. Kemampuan berhubungan dan ko-laborasi menjadi begitu penting ketika sis-wa mengembangkan kompetensi dalam mengerjakan tugas-tugas tertentu. Krebs Hirsh & Kummerow (dalam Murray & More, 2006: 137)menyatakan bahwa kola-borasi dalam proses menulis sangat pen-ting, menyatukan beberapa orang dengan tipikal yang berbeda seringkali sangat efektif dan potensial.

Beberapa orang yang berbeda saling berhubungan untuk memberikan saran dan merevisi tulisan. Tercermin dari gambaran Hodgson (dalam Mak & Coniam, 2007: 440) mengenai contoh menulis kolaboratif, yang diawali dengan salah satu siswa membuat cerita kemudian ditambah atau direvisi oleh siswa yang lain, begitu seterusnya. Penambahan serta revisi tidak harus dengan tangan orang lain, namun saran serta masukan yang membangun.

Berhubungan dengan orang banyak dapat memicu tumbuhnya kreativitas seorang individu. Tersirat pada pernyataan Markus & Kitayama; Weisberg (dalam Magno, 2008: 6) menyatakan bahwa kreativitas tidak hanya dapat diperoleh me-lalui proses perorangan, namun kreatif dapat diperoleh melalui interaksi dengan orang banyak. Sawyer (2006: 30) menya-takan bahwa produk kreatif banyak dicip-takan dari kreativitas kelompok, perkum-pulan, dan gabungan elemen sosial.

Freud (dalam Hurlock, 1978: 3) me-nyatakan bahwa orang yang kreatif memer-lukan pengetahuan yang diterima terlebih dahulu sebelum mereka dapat mengguna-kannya dalam cara yang baru. Kreativitas akan muncul seiring dengan pengetahuan yang diterima melalui proses sosialisasi dengan lingkungan sekitar.

Csikszentmihalyi dalam Sternberg (sebagaimana dikutip Saptoto, 2008: 6) menyatakan bahwa komunitaslah yang membuat kreativitas seseorang dapat mun-cul. Proses berpikir berasal dari partisipasi aktif melalui pengalaman-pengalaman yang bermakna. Pengalaman tersebut di-peroleh dari interaksi anak dengan lingku-ngan; sosialisasi anak dengan rekan-rekan sepermainan; dialog interaktif dengan guru serta belajar dari kebiasaan-kebiasaan ke-seharian yang sering terjadi.

Kebersamaan sangat memengaruhi kreativitas. Pernyataan tersebut didukung oleh pendapat Markus & Kitayama; Sawyer; Weisberg (dalam Magno, 2008: 6) yang menyatakan kreativitas tidak hanya dapat diperoleh melalui proses perorangan, namun kreatif dapat diperoleh melalui interaksi dengan orang banyak. Barron & Harrington; Eckert & Stacey (dalam Murray & More, 2006: 31) menyatakan individu-individu yang kreatif memiliki banyak kesempatan dan kesiapan untuk menerima serta menyerap ide dari berbagai sumber. Situasi yang akrab pada anak adalah situasi bermain serta interaksi dengan lingkungan sosialnya. Anak yang menggunakan waktu untuk bermain cende-rung lebih kreatif terhadap tugas yang me-reka kerjakan segera setelah itu diban-dingkan anak yang dari tugas yang satu langsung beralih melakukan tugas yang lain (Munandar, 2009: 94).

Boden (2004: 58) menyatakan pen-dapatnya bahwa kreativitas memiliki ba-nyak kesamaan dengan bermain. Kreativi-tas difasilitasi dalam proses sosialisasi de-ngan orang lain. Seorang individu akan tampil lebih baik dalam kelompok. Boice; Reaves, flowers, & Jewell (dalam Hansen & Hansen, tanpa tahun: 4) mencatat bahwa menulis melibatkan proses informasi secara fisik dan dalam bentuk nyata. Joliffe (dalam Hansen & Hansen, tanpa tahun: 4) menegaskan bahwa, kegia-tan menulis mendorong penulis untuk men-jadi "terlibat secara aktif" dengan sesuatu yang mereka tulis. Ghait (2002) menya-takan bahwa siswa menghasilkan ide-ide untuk menulis, berpikir tentang tujuan dan target, serta menghadirkan produk-produk yang ditulis berdasarkan pengalaman dan pengamatan siswa.

Pengajaran bahasa ada baiknya tidak dipisahkan dengan lingkungan sekitar (Djuanda, 2006: 38). Hal tersebut dapat dimengerti sebab, cara orang tua berbicara serta perbedaan kelas sosial yang termasuk bagian dari lingkungan merupakan faktor penentu yang penting dalam pemerolehan bahasa (Mussen, P.H., Conger J.J., Kagan, J., Huston A.C., 1988: 181).

Suhartono (2011: 1) menyatakan bahwa bahasa merupakan sarana interaksi antarmanusia sebagai makhluk sosial. Ba-hasa tidak mungkin dihilangkan dalam suatu komunitas. Jadi, intensitas interaksi dalam komunitas akan memengaruhi ke-mampuan berbahasa manusia. Fakta membuktikan bahwa golongan ekonomi menengah secara umum mem-punyai nilai bahasa yang lebih tinggi dari pada golongan ekonomi lemah (Mussen et al., 1988: 183). Hal tersebut menunjukkan seberapa penting faktor lingkungan terha-dap perkembangan bahasa.

Para ahli berpendapat, ibulah yang membentuk lingkungan berbahasa secara dini (Mussen et al., 1988: 182). Didukung oleh Tim Pengembang Ilmu Pendidikan (2007: 89) bahwa bahasa ibu mempunyai bentuk pengaruh terhadap perkembangan bahasa anak, yaitu interfering dan facilita-ting. Oleh karenanya, perkembangan baha-sa menjadi faktor determinan dalam kete-rampilan menulis. Faktor perkembangan bahasa akan memengaruhi hasil penulisan.

Keraf (2004:5) menyatakan bahwa bahasa seseorang berkembang sejalan dengan bertambahnya kenyataan-kenyata-an yang dialaminya. Hal yang sama diung-kapkan oleh Mussen et al. (1988: 175) bahwa anak-anak berbicara dengan cara yang semakin menyesuaikan diri dengan cara berbicara orang dewasa dalam ling-kungan sosialnya. Proses kreatif berkaitan dengan menghasilkan berbagai jenis ide. Elbow (dalam Li, tanpa tahun: 42) menyatakan bahwa tindakan dari menulis itu sendiri melahirkan pemikiran yang pada gili-rannya nanti akan berkembang menjadi sebuah tulisan. Sebelum menjadi tulisan, terjadi proses berpikir untuk mengaitkan gagasan yang terpisah.

Proses kreatif juga ditunjukkan de-ngan kemampuan menggabungkan hal-hal yang telah ada kemudian dibentuk menjadi sebuah produk baru. Sehubungan dengan hal tersebut, Atkinson (2009: 9) menulis-kan dalam bukunya Writing Across The Curriculum bahwa menulis sebagai alat untuk menyusun pikiran dan ide-ide, menggabungkan ide-ide tersebut dengan emosi dan energi intelektual yang kom-pleks ke dalam struktur yang terorganisasi dalam satu tempat. Proses kreatif berkaitan dengan menghasilkan berbagai jenis ide. Tindakan dari menulis itu sendiri melahirkan pemi-kiran yang pada gilirannya nanti akan ber-kembang menjadi sebuah tulisan. Sebelum menjadi tulisan, terjadi proses berpikir un-tuk mengaitkan gagasan yang terpisah.

Seringkali seorang penulis akan mengambil konsep-konsep lama dan mengatur ulang dalam bentuk atau dengan isi tulisan yang baru serta membuat perpaduan kata-kata menggunakan ide-ide yang sudah ada sebelumnya. Untuk mendapatkan gagasan penu-lisan, harus ada hubungan komunikasi yang harmonis, baik satu arah, dua dan berbagai arah. Kecerdasan interpersonal siswa begitu berperan besar dan sangat membantu siswa untuk mengerti dan me-nyikapi situasi yang urgen dalam interaksi dengan orang banyak dan lingkungan se-kitar. Entitas dari kecerdasan interpersonal itu sendiri adalah keharmonisan interaksi dan sosialisasi yang mengalir dengan tu-juan ataupun tanpa tujuan. Kecerdasan in-terpersonal merupakan pemahaman yang baik ketika seorang individu berinteraksi dengan orang lain. Kecerdasan interper-sonal termasuk juga terampil mengatur emosi, motivasi, keinginan dan hubungan dengan orang-orang di sekitarnya.

#  #  #  #  #  #  #

Untuk membaca lebih lanjut mengenai Jurnal ini silahkan klik link dibawah ini:
Download Link:

Download Jurnal - Hubungan Antara Kecerdasan Interpersonal, Berpikir Kreatif, Dan Hasil Menulis Siswa

Sekian artikel dari Jurnal Pendidikan Inside mengenai Jurnal - Hubungan Antara Kecerdasan Interpersonal, Berpikir Kreatif, Dan Hasil Menulis Siswa, yang dapat kalian jadikan acuan untuk membuat Jurnal.
Lihat juga:
Download Contoh Jurnal Bahasa Indonesia